Suara tulisan yang keluar antara gesekan pensil dengan kertas sedang menggambarkan isi pikiranku — dan juga hati. Mereka berkontradiksi dalam menggerakan pensil lewat tanganku yang tentunya membuat diriku menjadi tak karuan. Aku sebenarnya ingin berkenalan dengan pria yang kutemui sedang memegang buku kecil kuning itu, tetapi akal dan hatiku memilih untuk meluapkan semuanya lewat secarik kertas yang kubeli tadi pagi di kantin sekolah.
Suasana di kantin tak ubah diamnya, aku mengunjungi kantin tersebut mungkin paling awal — karena tak kutemui siapapun disana selain penjaga kantin. Azizah yang selalu menemaniku kemana mana seolah ikhlas menemaniku. Aku tak tahu tahapan ikhlas sampai mana, terkadang aku juga kalau diperintah kyai suka bergerutu sendiri dalam hati. Ikhlas atau tidaknya mungkin hanya Azizah yang tahu. Kalau dalam dunia santri mungkin dibahasakan sebagai “ngalap berkah”. Aku tak begitu paham maksud dari tersebut, tapi yang kutangkap dan aku rasakan, jikalau diri kita ikhlas dan memaksakan untuk berbuat suatu kebaikan, maka seolah kebaikan itu akan balik lagi ke kita. Mungkin itu, alasan Azizah mau mengantarku kemana saja, bahkan mungkin ke ujung dunia — asal jelas saja tujuannya.
Seiring berjalannya jarum jam, para santri pun berdatangan ke kantin sekolah — tentunya membeli suatu kebutuhan — dengan berkelompok maupun perorangan. Perkelompokan mungkin tak asing lagi bagi santri. Mereka seolah bertambah kuat jikalau sedang berkelompok. Namun ada juga santri yang sering menyendiri, entah mengapa alasannya — yang jelas kesendirian itu menyakitkan. Bagaimana tidak, setiap orang asik tertawa, bermain, saling bantu — walau sekedar membenarkan peci — untuk kebutuhan.
Perkelompokan itu memang asik dan juga unik. Kita bisa lebih mengenal sifat asli ketika bertemu orang baru atau bisa belajar tentang perbedaan diantara kelompok. Bukannya negara kita itu majemuk, yang mana didalamnya berbagai macam agama, bahasa, suku, ras, adat istiadat. Perkelompokan juga bisa digambarkan sebagai perwujudan negara Indonesia.
Aku berharap bertemu pria itu kembali, dengan melihatnya sedang membawa buku kecil berwarna kuning. Karena aku yakin, tidak semua santri memiliki kebiasaan seperti dia. Kadang santri membawa buku kecil kuning itu tatkala masuk pengajian selebihnya paling diam-diam di masjid, atau di asrama masing-masing. Bagiku, keunikan itulah yang membuat pria berdamage. Apalagi dia, sudah masuk kategori keinginanku pula ditambah unik. Terpesona aku. Aku juga tidak tahu sampai kapan rasa ini timbul, karena perasaan itu seiring bertambahnya waktu juga bertumbuhnya rasa rindu. Rindu untuk bertemu mungkin.
Kulihat kiri kanan juga setiap sudut tidak ada bayangnya apalagi wujudnya. Kusangka dia akan kesini, membeli teh atau kopi mungkin sebagai penyemangat pagi. Biasanya seperti itu, lelaki kalau membakar semangatnya di pagi hari dibiasakan dengan meminum teh atau kopi. Malah, aku tidak suka keduanya. Aku lebih suka susu kalau di pagi hari. Azizah juga begitu katanya. Susu memiliki khasiat tersendiri, banyak sekali khasiatnya. Ditambah rasanya yang khas. Segarnya, juga baunya.
Suasana kantin pun bertambah ramai ditambahi para santri yang berdatangan, entah mau apa mereka. Aku sampai lupa tujuanku pergi ke kantin ini, untung saja Azizah menepuk pundakku sembari bertanya
“ hey, kamu kesini mau bengong atau mau beli apa?”
“ emang kenapa?”
“ aku sedari tadi menunggumu mengucapkan kata kebutuhan dan tujuanmu pergi ke kantin, rupanya aku malah disuguhkan bengong dan bingungmu”
“ hehehe, maafin aku zah… aku juga lupa tujuanku pergi ke kantin”
“ jangan bilang kau ingin ketemu pria itu ya”
“ loh emangnya kenapa?”
“ tuh kan langsung reflek”
“ hikss, kau ini”
“ kamu naksir dia?”
“ dikit … hehehe “
“ awas loh ketauan kyai, nanti kamu juga yang malu”
“ emang kenapa?”
“ aku jelasin nih… aturan di pesantren tuh jangan terlalu dekat sama lawan jenis kecuali ada kebutuhan, kalau ketauan pacaran resikonya berjemur sambil melafadzkan burdah bersama sama, antara lelaki nya dan perempuannya”
“ loh kok bisa gitu ?”
“ INGAT.. A T U R A N “
“ iya iya zah,aku paham”
“ kalau sekedar naksir boleh kali ya”
“ boleh aja asal jangan berlebihan, syukur syukur menjadi bahan semangatmu belajar”
“ iya zah iya, makasih loh”
“ iya sama sama”
“ yaudah atuh yu kembali ke kelas
“ gajadi beli?”
“engga, hehee.. uangnya ketinggalan. Lagipun udah bel”
“ hiks kamu ini”
Aku pun pergi kembali ke kelas, memulai pelajaran seperti biasanya. Kebetulan sekarang pelajaran tarikh/sejarah. Tarikh disini sejarah umum yang menjelaskan sistem tatanan kehidupan dari prasejarah. Secara teori dunia bahwa manusia itu berasal dari nenek moyang kera, sedangkan secara Agama menjelaskan bahwa Nabi Adam lah yang pertama kali hidup di bumi. Sungguh aneh tapi nyata. Aku hanya perlu iman saja kepada teori Agama dan tidak fanatik terhadap teori dunia. Karena bagaimanapun juga hakikatnya semua ini ciptaan Allah Swt.
Kehidupan memang selalu memberikan misteri bagi manusia. Terkadang juga nalar manusia tidak mampu bahkan tidak akan mampu menalar peristiwa peristiwa yang terjadi dalam sejarah Agama. Maka dari itu, kita hanya cukup iman untuk membuktikan bahwa kita beragama. Sebab tanpa iman, segala kegiatan, segala bentuk perilaku yang berdasarkan agama hanya fiktif belaka. Itu membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat membutuhkan pertolongan tuhan.
Seperti kisah Thomas Andrews sang perancang Titanic. Semua orang didunia pasti sudah mengenali kapal titanic beserta kisah didalamnya. Kapal yang besar nan megah tersebut harus merasakan nasib yang naas. Kapal yang memiliki panjang 882 kaki 9 inci dengan lebar maksimum 92 kaki 6 inci. Kapal tersebut berbobot 46.328 ton daftar bruto dan dengan daya muat 34 kaki 7 inci, kapal tersebut berbobot total 52.310 ton.
Seorang reporter pernah bertanya kepada Thomas Andrew “Seberapa amankah kapal ini untuk berlayar di samudera atlantik?” dengan sombong Thomas Andrew menjawab “bahkan tuhan pun tak bisa menenggelamkannya”
Pada tanggal 10 April 1912 untuk pertama kalinya kapal tersebut berlayar menuju Amerika serikat dari Eropa. Namun 4 hari kemudian tak disangka sangka kapal mewah tersebut menabrak gunung es yang merupakan ciptaan Tuhan yang maha kuasa.
Itu menandakan bahwa setiap hal setiap kejadian setiap perilaku yang kita perbuat dan rasakan pada hakikatnya ciptaan Tuhan. Begitupun disaat bertemu dengan seseorang kemudian timbul rasa suka, bahkan rasa cinta. Tak lepas dari pertolongan tuhan. Mungkin sebab banyak manusia yang terluka akan ekspetasinya sendiri karena terlalu melangitkan harapan, berharap bahagia karena mempunyai sesuatu, berharap akan bahagia jika bersama seseorang, berharap bahagia kalau dia suka, dan alasan-alasan lain yang tentunya membuat kucing pun iri.
Pertemuanku dengan pria misterius itu, yang mampu menggugah selir tubuhku rasanya adalah sebuah kabar. Karena menurut ibuku “ Tuhan tidak sedang bermain dadu diatas bumi” yang artinya mungkin setiap pertemuan ataupun kehadiran seseorang dalam hidup terjadi bukan tanpa sebab, melainkan ada maksud tertentu jika kita mampu menyelami setiap peristiwa yang terjadi. Seperti aku bertemu dengan pria yang sedang memegang buku kecil berwarna kuning tersebut.
- Kelamin dan Peradaban - 25 Agustus 2022
- Buku dan Ke-Baku-annya - 8 Maret 2022
- Untuk Menangkap Serigala, Tidak Ada Salahnya Meminta Tolong Kepada Singa - 10 Februari 2022