Pentingnya Membuat Perjanjian Kawin Sebagai Antisipasi Problematika Rumah Tangga

Sumber Gambar: Freepik.com/Freepik

Jika anda mengira bahwa membuat sebuah perjanjian itu hanya dalam lingkup bisnis saja, maka anda salah besar. Mengapa demikian? Karena suatu perjanjian bisa juga dibuat mengenai persoalan rumah tangga, yang umumnya disebut sebagai perjanjian perkawinan.

Lantas apakah perjanjian perkawinan itu sangat penting? Serta apa tujuan utama dari membuat perjanjian kawin itu? Kapan waktu yang tepat untuk membuat perjanjian kawin? Siapakah yang berhak dan berwenang untuk membuat perjanjian kawin tersebut? Dari sekian banyak pertanyaan yang seringkali menjadi timbul rasa penasaran di kalangan masyarakat, maka untuk menjawab semua pertanyaan itu, tanpa menunggu lama lagi mari kita simak tuntas lebih lanjut pada artikel ini.

Perjanjian Perkawinan (Huwdlijkse Voorwaarden)

Sebelum membahas yang lain, anda harus tahu terlebih dahulu definisi dari perjanjian kawin. Nah, seperti yang telah banyak dijelaskan oleh para akademisi hukum, bahwa perjanjian perkawinan adalah kesepakatan dalam kontrak yang dibuat oleh suami istri. Baik sebelum atau pada saat perkawinan dilaksanakan, atau sesudah ada dalam masa ikatan perkawinan, yang bertujuan untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta benda perkawinan selama perkawinan mereka berjalan.

Lantas apakah isi dari perjanjian kawin hanya sebatas membahas harta benda perkawinan saja? Tentu saja tidak, karena pembahasan yang diatur dalam perjanjian kawin tergantung pada para pihak masing-masing yaitu antara suami dan istri. Sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan hukum, undang-undang, agama, kepatutan dan kesusilaan.

Namun demikian, biasanya isi dari ketentuan perjanjian perkawinan umumnya berisi tentang harta benda perkawinan. Yaitu harta bersama atau seringkali disebut sebagai harta gono-gini, dan juga harta bawaan, yaitu harta yang telah diperoleh atau dimiliki oleh masing-masing dari suami istri. Selain itu, dalam isi perjanjian tersebut diperbolehkan juga untuk membahas terkait utang yang sudah dimiliki suami ataupun istri.

Jika kalian menanyakan apakah perjanjian kawin itu telah diatur dalam undang-undang atau tidak, dan pentingkah bagi para calon suami isteri atau yang sudah menjadi pasangan suami istri untuk membuatnya? Maka simak penjelasan selanjutnya di bawah ini.

Dasar Hukum Perjanjian Perkawinan dan Harta Benda Perkawinan

Pada dasarnya, anda tidak perlu khawatir mengenai legalitas dari pembuatan perjanjian kawin ini, kenapa? Karena sebenanrnya perjanjian kawin ini sudah dibahas dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Sebelum adanya UU 1974, perjanjian kawin ini diatur dalam Pasal 119 KUHPerdata, tetapi karena di Indonesia ini mengenali adanya asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, maka kini menganut pada Pasal 29 UU Perkawinan. Mengapa demikian? karena maksud dari asas tersebut memiliki makna bahwa hukum yang umum mengesampingkan hukum yang khusus. Jadi sudah sangat jelas, bahwa saat ini kita mengikuti ketentuan hukum dari UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Selain itu, terdapat juga Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 yang juga membahas tentang perjanjian kawin, tepatnya perihal postnuptial agreement.

Jika memang perjanjian kawin ini telah diatur oleh ketentuan Undang-undang yang berlaku, lantas pentingnya bagi para pembuat perjanjian kawin ini untuk apa? Nah, bagi kalian yang akan menjalin bahtera rumah tangga dengan pasangannya masing-masing, maka sangat lebih disarankan untuk membuat perjanjian kawin ini. Alasannya adalah karena perjanjian kawin ini bertujuan agar harta kekayaan kalian tidak tercampur. Maksud dari harta kekayaan disini ialah harta bersama atau gono-gini dan harta bawaan.

Bagi kalian yang masih bingung untuk membedakan mana harta bersama dan mana yang termasuk ke dalam harta bawaan, simple nya gini, kalo harta bersama atau gono-gini itu adalah harta yang didapatkan atau dihasilkan selama masa ikatan perkawinan telah berjalan, tetapi kalo harta bawaan itu ialah harta yang telah diperoleh atau dimiliki oleh masing-masing suami maupun istri, baik sebelum menikah ataupun sesudah menikah. Contonya seperti warisan, hibah, hasil dari kerja (gaji), hadiah, dst.

Jika anda masih belum paham, singkatnya seperti ini, harta bawaan itu adalah kekayaan milik pribadi dan harta bersama atau gono-gini, ialah kekayaan yang dihasilkan bersama dengan pasangan kalian selama pernikahan berjalan. Lantas sudah sangat jelas bahwa harta bersama dan harta bawaan itu berbeda. Keduanya sama-sama telah diatur dalam Undang-undang Perkawinan, yakni ada di Pasal 35 – 37 dan di KUHPerdata.

Tujuan Dibuatnya Perjanjian Perkawinan

Jika membahas tentang perjanjian kawin, mungkin sebagian besar dalam lingkungan masyarakat masih banyak yang tidak tahu, juga beranggapan bahwa hal ini sangat tabu. Jadi sudah sangat jelas ya, kenapa masih banyak yang jarang membuat perjanjian kawin ini. Hal tersebut bisa jadi disebabkan karena banyak yang tidak tahu manfaat dan tujuan dari dibuatnya perjanjian ini. Padahal membuat perjanjian kawin sangatlah disarankan sebagai wujud dari antisipasi permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga. Mengapa perjanjian kawin ini disebut sebagai wujud antisipasi dalam rumah tangga?

Mungkin masyarakat di sini masih banyak yang bingung, kenapa perjanjian kawin disebut sebagai wujud antisipasi. Jika kita lihat terhadap maraknya kasus perselingkuhan yang mengakibatkan perceraian, hal ini sudah sangat pasti ujungnya akan membahas terhadap harta kekayaan dan juga hak asuh anak. Saat ini yang kita ketahui bahwa populasi dari kasus perceraian semakin meningkat. Jadi untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dari suatu permasalahan yang hadir diluar kendali manusia, maka alangkah lebih baiknya untuk membuat perjanjian perkawinan ini.

Tujuan utama dari dibuatnya perjanjian kawin ini untuk lebih jelasnya, yaitu:

  1. Memisahkan harta suami ataupun isteri apabila harta kekayaan salah satunya lebih besar;
  2. Apabila kedua belah pihak, baik suami maupun istri, masing-masing memiliki harta kekayaan yang cukup banyak dan akan membawa masuk ke dalam perkawinan (harta bawaan), begitupula dengan kekayaan yang didapatkan setelah menikah (gono-gini), sehingga supaya tidak tercampur hasil dari jerih payahnya, maka dapat dipisahkan melalui perjanjian kawin ini;
  3. Apabila keduanya memiliki usaha atau bisnis masing-masing, namun pada akhirnya dinyatakan pailit (bangkrut), maka salah satu dari pasangan yang bisnisnya masih berjalan tidak akan terkena pailit atau bangkrut juga;
  4. Apabila masing-masing dari suami atau istri memiliki utang, baik yang dibuat sebelum perkawinan (sebelum menjalin pernikahan), ataupun sedang ada dalam masa ikatan perkawinan (sudah dinyatakan sah), tetapi akibat dari kelalaiannya sendiri pada suatu bisnisnya, maka utang yang dimaksud tetap tanggung jawab masing-masing pihak sepanjang perjanjian kawin ini sudah dibuat.

Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan di atas, maka sudah tau ya, gunanya membuat perjanjian kawin ini. Lantas apakah dibuat perjanjian kawin ini hanya sebatas topik harta kekayaan saja? Tentu tidak, isi dalam perjanjian tersebut bisa membahas tentang hak asuh anak apabila terjadi sesuatu dalam rumah tangga nanti, membicarakan pemberian alimentasi (nafkah), serta hal lain yang diinginkan juga disetujui oleh para pihak (suami istri) sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kepatutan dan kesusilaan.

Perjanjian kawin dapat dibuat menurut kehendak kedua calon mempelai, tapi tidak boleh melanggar ketentuan dalam Pasal 141-142 KUHPerdata, yaitu:

  1. Tidak boleh mengurangi hak kekuasaan sebagai suami (Pasal 140 ayat 1 KUHPerdata)
  2. Tidak boleh mengurangi hak kekuasaan sebagai orangtua (Pasal 140 ayat 1 KUHPerdata)
  3. Tidak boleh mengurangi hak suami/istri yang hidup terlama (Pasal 140 ayat 1 KUHPerdata)
  4. Tidak boleh mengurangi haknya sebagai ahli waris terhadap anak-anaknya atau turunannya (Pasal 141 KUHPerdata)
  5. Tidak boleh menetapkan salah satu pihak yang menerima penanggungan hutang yang lebih besar (Pasal 142 KUHPerdata)

Setelah mengetahui manfaat dari dibuatnya perjanjian kawin ini, selanjutnya kapankah waktu yang tepat untuk membuat perjanjian kawin ini? Serta harus kepada siapa jika ingin membuatnya? Untuk menjawab persoalan tersebut, berikut penjelasannya.

Pembuatan Perjanjian Perkawinan

Sebenarnya untuk membuat perjanjian kawin itu bebas mau dibuat kapan saja, biasanya orang-orang melakukannya sebelum pernikahan atau yang disebut sebagai (Prenuptial Agreement). Namun tidak perlu khawatir bagi kalian pasangan suami istri yang sudah terlanjur ada dalam masa ikatan pernikahan tetapi masih belum memiliki kontrak perjanjian tersebut, karena masih bisa dibuatkan. Kenapa bisa? Karena setelah adanya Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015, sekarang pembuatan perjanjian kawin sudah bisa dilakukan setelah perkawinan tersebut telah berjalan atau bisa disebut sebagai postnuptial agreement. Jadi sudah jelas ya, perjanjian kawin bisa dibuat sebelum atau sesudah ada dalam masa ikatan perkawinan.

Apakah perjanjian kawin ini boleh dilakukan hanya secara lisan saja ataukah harus tertulis? Serta siapakah yang berwenang untuk membuat perjanjian kawin ini? Simak lebih lanjut ya.

Pada dasarnya walaupun sebuah perjanjian bisa dilakukan secara lisan saja, tapi nyatanya tidak untuk membuat perjanjian kawin, mengapa demikian? Karena dibuatnya suatu perjanjian secara lisan, dianggap sebagai salah satu perbuatan hukum yang bisa melemahkan atau sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti.

Pembuatan perjanjian kawin ini harus dilakukan secara tertulis, baik itu di bawah tangan atau dibuat di hadapan notaris. Tetapi apabila perjanjian kawin ini dibuat hanya di bawah tangan saja, maka bisa dibilang sama hal nya seperti membuat perjanjian yang melakukan secara lisan. Alasan tersebut masih sama, yakni tidak bisa menjadi kekuatan alat bukti yang kuat, dua-duanya sama-sama lemah.

Berdasarkan ketentuan dari Pasal 147 KUHPerdata sudah disebutkan bahwa pembuatan perjanjian kawin ini harus dilakukan oleh Notaris. Kenapa harus selalu Notaris yang dilibatkan? karena Notaris merupakan Pejabat yang memiliki kewenangan dalam membuatkan Akta Autentik. Jika suatu perjanjian apapun yang dibuatkan secara autentik maka akan memiliki kekuatan alat bukti yang kuat. Sepengetahuan saya, terdapat delapan macam akta perjanjian kawin yang dibuatkan oleh Notaris, diantaranya yaitu:

  1. Perjanjian Kawin – di luar persekutuan harta benda
  2. Perjanjian Kawin – persekutuan hasil dan pendapatan
  3. Perjanjian Kawin – persekutuan untung dan rugi
  4. Perjanjian Kawin – di luar persekutuan dengan bersyarat; yaitu a. Pasal 140 ayat (3) KUHPerdata dan b. Pasal 140 ayat (2) KUHPerdata
  5. Perubahan Perjanjian Kawin
  6. Pemisahan Harta Kekayaan Perkawinan
  7. Pemulihan Kembali Persekutuan
  8. Syarat-syarat Perpisahan Meja dan Ranjang

Selain dibuatkan di hadapan Notaris, perjanjian kawin ini perlu dicatatkan oleh Pegawai Pencatatan Pernikahan (PPN), baik itu oleh KUA (bagi umat muslim) ataupun Disdukcapil (bagi umat nonmuslim). Tujuan dari dicatatkan ini, ialah agar bisa mengikat terhadap kreditur apabila pasangan anda nantinya memiliki utang terhadap orang lain. Supaya lebih jelas lagi, kreditur ini merupakan seseorang yang memiliki piutang.

Jadi apabila calon atau sudah menjadi pasangan, suami atau istri anda ternyata memiliki utang kepada orang lain, maka tujuan dari adanya perjanjian kawin ini untuk mengikat pihak kreditur supaya jelas nanti, siapakah yang akan bertanggung jawab atas pembayaran utang tersebut. Begitupula menguntungkan bagi pihak suami atau istri, supaya tidak terlibat atas persoalan utang piutang yang dibawa pasangannya, serta jelas harta kekayaan tersebut apakah aman atau ada yang dijadikan sebagai jaminan. Jadi sangat penting bukan membuat akta perjanjian kawin ini?

Melia Putri Purnama Sari