Negeri Bermental Korupsi

Ilustrasi: Nyarita.com
Ilustrasi: Nyarita.com

Dari judul, rasanya klise ya kalo bahas-bahas kasus yang terus terjadi ini. Kalo kata KBBI, Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara baik melalui perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sederhananya, nyuri hak milik orang lain lah ya.

Sindiran di media sosial hingga unjuk rasa menolak korupsi terhadap para petinggi keliatannya udah jadi fenomena yang biasa. Semua orang berlomba-lomba menyuarakan betapa bejatnya para pejabat berduit yang masih aja haus kekayaan, mana yang dicuri uang rakyat lagi! Seperti kasus korupsi bansos yang beberapa saat lalu sempat membuat warganet berang.

Oke, kasus bansos jelas bukan kasus korupsi yang pertama, dong. Tahun 2021 lalu kasus korupsi di Indonesia menempati peringkat ke-96 dari 180 negara lainnya di dunia. Negara kita juga sempat mengalami tindak pidana korupsi terbanyak yang mencapai 199 kasus pada tahun 2018. Bayangin kalo satu kasus ngerugiin sedikitnya Rp100 juta, maka total kerugiannya bisa capai Rp1,9 miliar. Waah … gimana mau kaya negara ini? Boro-boro kepengen jadi negara maju, deh. Mending tuntasin dulu aja para jiwa koruptor yang menguasai negeri ini.

Usut punya usut, orang kaya nyatanya lebih rentan dapet gelar korupsi karena dianggap masih aja pengen keuntungan. Di sisi lain, anggapan masyarakat ternyata gak sepenuhnya salah. Gak harus bahas soal kasus di meja hijau, deh. Beberapa waktu lalu, ada banyak berita dan artikel menyorot kalangan menengah-atas yang menggunakan subsidi elpiji 3 kg. Menteri Keuangan—Sri Mulyani juga sempat menyindir tentang ini. Bahkan tulisan “Hanya Untuk Orang Miskin” kayanya cuma dianggap stiker hiasan belaka, biar gak kosong banget gitu, loh. Untungnya sih, tahun ini pemerintah mulai merubah subsidi gas elpiji 3 kg menjadi berbasis orang. Ya… semoga kali ini tepat sasaran, ya.

Beralih dari elpiji, kamu pasti masih inget soal kecelakaan tunggal yang melibatkan seorang pengemudi truk lele. Di tengah musibah yang ia dapat, warga setempat justru berebut ikan lele yang bertaburan di sawah. Kejadian ini jelas jadi kritik pedas di kalangan pengguna media sosial. Gimana gak geram? Penderitaan si supir dijadiin keuntungan bagi warga. Kalo begini, apa bedanya rakyat dengan para petinggi yang korupsi?

Ditelisik lagi, ternyata korupsi udah jadi tradisi yang dibudayakan semua kalangan. Kasus ikan lele menjadi bukti bahwa rakyat biasa pun bisa jadi pelaku koruptor, loh. Meski terselubung, tetep aja ujung-ujungnya ngambil keuntungan di atas kerugian pihak lain. Apa bedanya sama korupsi? Hanya saja, rakyat kecil gak punya akses dan peluang lebih buat meraup banyak keuntungan seperti yang dilakukan para petinggi.

Mental koruptor mungkin juga tumbuh akibat tingkat perekonomian yang gak merata. Kemiskinan membuat beberapa orang buta naluri dan gak sadar menjadikan korupsi kecil sebagai jalan pintas. Ini juga lah yang menjadi faktor utama maraknya tingkat kriminal di negeri ini. Mau gimana lagi? Sebagian orang mencoba bertahan hidup setiap harinya. Ya awalnya cuma coba-coba, sih. Ke sini-sini, rakyat jadi tau nikmatnya keuntungan dari mengambil jalan pintas.

Pada hakikatnya, manusia itu susah menemukan kepuasan, gak pernah merasa cukup. Kalo berani memulai, barang tentu sulit keluar. Para petinggi kian cerdik mencuri. Rakyatnya kian mentolerir berkorupsi. Jadilah yang kaya makin kaya, dan miskin makin miskin. Grafik perekonomian pun kian kontras. Kalo udah begini, siapa yang mau disalahkan? Wong akar masalahnya aja masih abu-abu. Miris, ya.

Thiara Chairun Nisa
Latest posts by Thiara Chairun Nisa (see all)