Miris Tempat Bung Karno Kibarkan Merah Putih Pertama Kali, Kini Jadi Tempat Enak-Enak

Foto: Radar Karawang
Foto: Radar Karawang

Sejarah panjang kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari peranan pemuda yang menculik Soekarno ke Rengasdengklok untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, untuk pertama kalinya bendera merah putih di kibarkan di kantor kewedaan Rengasdengklok, namun miris, tempat tersebut kini terbengkalai dan dijadikan tempat parkir liar bahkan tempat mesum

Menurut kesaksian salah satu Dewan Pengurus Kecamatan saat menyambangi lokasi tersebut, orang yang melihatnya pasti akan mengelus dada dan berseloroh dalam hatinya “disini Bung Karno mengibarkan bendera merah putih yang pertama kalinya, tapi tempat ini seperti tidak memiliki nilai historis apapun, malah menjadi tempat parkir liar, dan juga ditemukan botol-botol bekas minuman keras dan sampah-sampah yang berserakan dalam ruangan tersebut.

Jika Bung Karno menyaksikannya pasti menangis bombay lihat ulah generasi penerusnya yang tidak peduli pada sejarah, padahal semasa masih hidup Bung Karno sering bilang sampai berbusa-busa:
“Jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas Merah)”.

Rasum penunggu Gedung Kewedanaan itu seperti di lansir dari Radar Karawang, mengungkapkan tempat tersebut sering di jadikan tempat parkir liar, lebih parah lagi ia juga sering menemukan botol – botol miras kosong yang berserakan dan kemungkinan juga sering di jadikan tempat enak-enak (mesum).

Pikirku, Pak Rasum saat menyampaikan itu semua, ia memasang muka melas, sambil sesekali menghisap rokok dan mengeluarkan asapnya dari hidung. Bukan gaya -gayaan gak jelas, hal itu hanya untuk mengisyaratkan keputusasaannya, bahwa Pemkab tidak memiliki kepedulian terhadap tempat sejarah tersebut, atau barangkali kesal kepada para oknum tidak bertanggung jawab dan menjadikan tempat Bung Karno kibarkan bendera merah putih pertama kalinya di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 di jadikan tempat enak-enak.

Kantor yang di bangun satu tahun setelah meletusnya Revolusi Bolshevik ini atau pada tahun 1918 sudah banyak mengalami kerusakan, dinding-dinding tembok banyak yang mengelupas, jendela nya rusak, pintu yang sudah tidak berfungsi, pantas saja jika tempat itu di jadikan tempat maksiat, mungkin juga sudah menjadi tempat beranak pinak Kunti dan para Jin betina.

Teringat dengan perkataan Mahbub Djunaidi yang sangat menampar, bahwa setolol-tololnya orang adalah yang tidak tahu apa itu sejarah, dan sehina-hinanya orang adalah yang memalsukan sejarah.

Jangan-jangan kita juga termasuk dalam kategori orang tolol, yang tidak tahu apa itu sejarah. Atau seperti ungkapan Paulo Freire seorang pemikir dari Negaranya Neymar seorang pesepak bola yang kini membela Paris-Saint Germain (PSG), Preire menjelaskan mengenai kesadaran manusia, ada tiga macam kesadaran menurut pemikir dengan brewok yang hampir menyaingi KH. Marx itu, pertama kesadaran magic, kedua kesadaran naif, dan ketiga kesadaran kritis.

Saya tidak akan menjelaskan semua nya, paling banter saya akan jelaskan satu kesadaran yang kini menjadi syndrome masyarakat kita. Dua macam kesadaran lagi bisa anda cari tau sendiri, bisa dengan beli bukunya, jika tidak punya uang bisa pinjam atau mendengarkan ceramah dosen anda, atau kalau mau yang lebih praktis bisa tonton di youtube.

Ya, problem bangsa kita, adalah tidak mau merubah atau meluruskan sesuatu yang bengkok, kebanyakan dari kita bukan tidak tahu tentang sejarah, dari SD sampai SMA kita di cekoki terus dengan pelajaran sejarah, pastinya sudah diluar kepala sejarah bangsa kita.

Menurut Freire, kondisi tersebut disebut dengan kesadaran naif, dimana kita mengetahui ada sesuatu yang janggal, namun kita membiarkan kejanggalan itu. Padahal kata Soe Hok Gie, mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.

Perihal kantor kewedanaan Rengasdengklok itu saya kira para pejabat Karawang tahu sejarah kantor tersebut, namun apalah daya se idealis- idealisnya ASN juga tidak akan berkutik di hadapan bos besar, kalau bos besarnya tidak melek dan tidak peduli terhadap cagar budaya kita, sampai lebaran monyet pun kondisi cagar budaya kita tidak akan ada kemajuan.

Padahal menjaga, merawat dan melestariakan cagar budaya adalah amanat UU, seperti tertuang dalam UU No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Dengan adanya dasar hukum tersebut, seharusnya pemerintah tidak ragu untuk mengalokasikan sedikit dari APBD untuk merawat dan memperindah kantor kewedanaan tersebut, syukur-syukur bisa di daftarkan ke UNESCO, atau paling tidak ter registrasi sebagai cagar budaya nasional. Kalau sudah begitu orang juga dengan senang hati bakal mau berkunjung ke tempat sejarah tersebut untuk merefleksikan sejarah kemerdekaan Indonesia, atau hanya untuk sekedar berfoto, yang jelas dapat menyumbang PAD dari sektor pariwisata.

Jangan sampai di jadikan tempat mabuk, dan tempat enak-enak, kasihan para pahlawan kemerdekaan kita, jika perjuangan nya di nodai dengan tindakan yang tidak bermoral. Nauzubillah..

Berseliweran nya berita kantor kewedanaan Rengasdengklok yang terbengkalai di Media Online akhirnya membuat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) bergeming, Dadan Hendrayana yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pemasaran Disparbud Karawang dengan perawakan tinggi semampai dan berkulit kuning langsat, mengaku bahwa Kantor Kewedanaan tersebut memang merupakan aset Pemkab, namun secara pengelolaan nya, belum di serahkan kepada Disparbud, ia juga tidak tahu pasti Dinas mana yang mengelola kantor kewedanaan itu, ia juga berandai-andai jika kantor kewedanaan tersebut pengelolaannya di serahkan ke Disparbud, pihaknya tidak akan sungkan menjadikan tempat itu menjadi cagar budaya.

Semoga saja ya…