Mungkin kita pernah mendengar ungkapan bahwa perpustakaan adalah gudangnya ilmu dan tempat bersemayamnya segala bentuk pengetahuan. Ungkapan tersebut sepertinya sudah diamini dan mendarah daging di masyarakat kita.
Berangkat dari keyakinan itu, ternyata masyarakat kita benar-benar menjadikan perpustakaan sebagai gudang buku dan ruang pengarsipan. Pemandangan yang kita dapatkan setiap kali masuk ke ruang perpustakaan hanya kejemuan, tumpukan buku, rak berjamur dan pemandangan jenuh lainnya. Imbasnya, pengembangan perpustakaan hanya menjadi pelengkap, bukan prioritas utama bagi setiap lembaga.
Contoh sederhananya adalah perpustakaan sekolah. Dari sekian banyak sekolah yang ada di Indonesia berapa persen dari lembaga tersebut yang benar-benar mengoperasikan perpustakaan sesuai esensi dan fungsinya? Sangat-sangat sedikit.
Seperti yang saya katakan tadi, ternyata perpustakaan sekolah pun hanya dijadikan sebagai ruang buku, dimana di dalamnya hanya terdapat buku yang berjejer, itupun didominasi oleh buku-buku pelajaran yang dianggap menjemukan. Sangat sedikit sekolah yang berani mengalokasikan anggaran untuk buku-buku sastra atau buku ensiklopedia yang bisa membuka sensasi baru bagi peserta didik.
Adapula sekolah yang benar-benar mendesain perpustakaannya senyaman mungkin, misalnya dengan melengkapi buku-buku menarik, mengecat ruangan dengan warna yang lebih cerah, dilengkapi AC, komputer dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya.
Namun, tidak sedikit dari perpustakaan-perpustakaan tersebut yang masih saja sepi pengunjung. Lantas apa penyebabnya? sementara tempat dan lingkungan perpustakaan sudah sangat nyaman dan memadai. Jawabannya adalah program perpustakaan yang belum benar-benar berjalan.
Perpustakaan bukanlah benda hidup yang bisa mengiklankan diri agar semua orang bisa berkunjung ke tempatnya. Diperlukan pengelola yang benar-benar fokus dalam pengembangan literasi, sehingga perpustakaan tidak sekadar tempat penyimpanan buku, tetapi menjadi rumah bagi para pemeran peradaban.
Permasalahan sepinya perpustakaan biasanya selalu dikaitkan dengan kondisi minat baca peserta didik yang rendah. Banyak yang menganggap bahwa perpustakaan sepi pengunjung disebabkan oleh peserta didik yang memang tidak tertarik dengan buku, dan menganggap kegiatan membaca itu membosankan.
Lantas program seperti apa yang cocok untuk mengatasi hal demikian? apakah kita sebagai pengelola harus mengadakan program yang mewajibkan peserta didik berkunjung ke perpustakaan, supaya perpustakaan selalu ramai? apakah dengan cara program wajib membaca 10 menit sehari dapat menumbuhkan kebiasaan membaca pada diri peserta didik?
Mewajibkan peserta didik untuk berkunjung ke perpustakaan dan mewajibkan membaca buku setiap hari, menurut saya kurang efektif untuk meningkatkan kecintaan mereka pada budaya membaca. Memang, budaya membaca itu diawali dari pembiasaan. Tetapi, alangkah baiknya pembiasaan tersebut berangkat dari minat peserta didik itu sendiri.
Dalam filsafat kita mengenal ungkapan bahwa, “Kecintaan kita terhadap sesuatu itu tidak bisa dipaksakan”. Dengan mewajibkan peserta didik berkunjung ke perpustakaan dan membaca buku, pada akhirnya membuka kesan keterpaksaan yang muncul dari peserta didik. Bukan hadir dari kesadaran peserta didik itu sendiri.
Lalu, darimana kita harus memulai untuk meningkatkan minat baca peserta didik ? sebelum kita berbicara perkara minat baca, kita harus menghentikan pembahasannya terlebih dahulu pada kata “minat”.
Hal pertama yang bisa kita lakukan adalah mencari minat peserta didik. Biasanya seseorang yang beminat terhadap sesuatu maka dia akan cenderung mencari informasi mengenai sesuatu yang dia minati.
Misalnya, seorang anak sangat gemar memasak dan sangat meminati dunia memasak. Coba kita berikan dia satu buku saja yang berhubungan dengan dunia memasak, misalnya resep masakan. Maka dengan senang hati dia akan menyelesaikan buku tersebut hingga tamat. Mengapa? ya, karena dia minat. Nah, berangkat dari satu buku yang dia baca, maka dia pun akan mulai mengeksplorasi buku-buku lain di perpustakaan yang berhubungan dengan dunia memasak. Maka dari itu, salah satu tugas sekolah sebagai fasilitator adalah memberikan fasilitas buku yang benar-benar diminati oleh peserta didik.
Mencintai dunia buku tidak bisa tiba-tiba langsung suka. Perlu sesuatu yang bisa memantik seseorang untuk mencintai buku, salah satunya adalah melalui minat dan buku yang dia minati. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Najwa Shihab bahwa, “Cukup satu buku untuk mencintai membaca. Carilah buku itu dan marilah bercinta!”
Saya sangat sepakat dengan ungkapan tersebut. Sebab, mencintai buku bisa kita mulai dari rasa cinta, dan biarkan rasa cinta itu tumbuh dengan sendirinya. Banyak orang-orang besar hari ini, yang memulai kebiasaan membacanya dari buku-buku yang memang berhubungan dengan dunia yang dia geluti, kemudian seiring berjalannya waktu muncul rasa penasaran untuk mempelajari dunia lain. Sehingga tidak henti-hentinya dia terus mencari sesuatu yang dia ingin ketahui.
Tips selanjutnya adalah dengan cara menjadikan perpustakaan sebagai ruang diskusi. Sekali lagi, perpustakaan itu harus dihidupkan oleh program-program yang dapat memantik rasa ingin tahu pada diri peserta didik.
Misalnya, setiap istirahat pengelola mengadakan diskusi tentang fenomena yang sedang ramai hari ini, kemudian didiskusikan sesuai sudut pandang masing-masing. Dari diskusi tersebut, cobalah selipkan pertanyaan-pertanyaan yang memantik peserta didik untuk mencari informasi sendiri. Misalnya, ketika kita sedang berdiskusi mengenai pergerakan arus listrik, cobalah selipkan pertanyaan, “Mengapa seseorang bisa tersetrum ketika tersentuh oleh arus listrik?” Maka dari sana peserta didik akan mencari tahu tentang mekanisme organ tubuh manusia, mencari tahu seputar arus listrik, dan mencari tahu mengapa listrik bisa menyebabkan kematian. Coba perhatikan, dari satu pertanyaan saja bisa membuka rasa penasaran peserta didik untuk mengetahui lebih banyak hal.
Dari minat dan rasa ingin tahu yang tumbuh dari peserta didik, maka untuk meramaikan perpustakaan pun sudah tidak sulit lagi. Sekolah tidak harus lagi mengadakan program wajib membaca buku setiap hari. Karena, perpustakaan akan ramai dengan sendirinya dengan dikunjungi oleh peserta didik yang sedang haus informasi dan pengetahuan. Dan kebiasaan ini diharapkan bisa mendarah daginghingga mereka beranjak dewasa.
- Mengapa Perpustakaan Sekolah Sepi Pengunjung? Mungkin ini Alasannya - 22 Juni 2023
- Media Sosial Sebagai Media Dakwah Kawula Muda - 4 Juni 2023
- Puisi-Puisi Faiz Fathussalam Vol.7 - 17 Mei 2023