Kolam Biru

Sumber Gambar: Pexels.com/Skitterphoto

Ibu dan Gerobak Usang

Sumber Gambar: Pexels.com/Loisfoto

Selepas dua roka’at kau tunaikan
Kau terjang kabut yang menari-nari
Di pucuk bulir padi menguning
Diiringi dingin menusuk tulangmu
Demi bertolak ke pasar
memburu ragam sayur
Untuk kau hiasi Gerobak yang telah usang.

Di bawah sang mentari yang tampak malu menyinari
Sayur, sayur, terdengar rintih suaramu
Sambil kau dorong gerobak yang menua
Seraya kau seka keringat bercucuran
Lusuh dan letih biasa tak kau hiraukan
Demi punguti rezeki yang tercecer di tepi jalan.

Se-windu sudah ayah tinggalkan kita
Menghadap sang pencipta
Diiringi doa dan air mata
Buah hatimu yang kini belum dewasa
Jadi tanggungan engkau tercinta.

Wahai keringat ibu yang telah tertumpah
Wahai gerobak yang telah usang
Kalianlah saksi pengorbanan ibuku
Tolong kelak katakan pada tuhanku
Betapa besar pengorbanan ibu untukku.

Pandeglang, 2023

 

Kecewa

Sumber Gambar: Pexels.com/Pixabay

Setelah aku peras keringat sisakan sedikit waktu

Letih, rintih, dahaga dibayar

Mata berucap syukur tatkala menengok

Secuil perbendaharaan erat kugenggam.

 

Jon maukah engkau membantuku?

Begitu bunyi getir menendang telingaku

Aku dengar ratapan Ray memelas

Memandang harap rupiahku yang tak seberapa.

 

Gemuruh Keluh tanpa diminta ia muntahkan

Berharap iba kupinjami untuk isi perutnya

Angin surga ia hembuskan, coba meyakinkan

Tak akan lama akan ia kembalikan

Agar aku serahkan beberapa lembar padanya.

 

Percaya dan bantulah

Itulah bisikan lembut qalbu pada pendengaranku

Baiklah, otakku pun mengangguk

Jemariku yang bergurat kerut tak ragu

Memberikan beberapa padanya

Dan menyisakan untuk bekalku.

 

Minggu berganti bulan

Waktu pun bersahutan mengejekku

Jon- apakah Ray telah menunaikan janjinya?

Jam dinding bersoloroh bertanya

Sementara aku pandang Ray digelayuti belanjaan

Tanpa menyapa seakan tak kenal padaku.

 

Pandeglang, 2023

 

Kolam Biru

Sumber Gambar: Pexels.com/Skitterphoto

Di bibir indahmu, mataku kau manjakan
Sejauh pandang diwarnai biru bergelombang mesra
Sementara angin menari riang, membelai
Merayu daku ceburkan raga segarkan jiwa.
Nyanyian camar disambut riak merdu kawanan ikan
Mengarungi karunia ciptaan tuhan
Yang tak henti dijamah nelayan
Disinggahi penikmat indahnya alam.

Riuh ombak kawan sejati penjerat ikan
Tebarkan perangkap sejuta angan
Sementara buah hati menanti dipersinggahan
Berharap buah tangan dari kolam biru ciptaan tuhan.

Pandeglang, 2023

 

Suap dan Keraguan

Sumber Gambar: Pexels.com/Karolina Grabowska

Angin surga melambai mesra mengetuk telingaku
Meluncur indah dari lidahmu yang menggoda
Tak kuasa raga ini mengangguk atas rayuanmu
Bisikanmu menghipnotis anganku.
Tanpa ragu otak meyakinkan hatiku dan berkata
“Percayalah dia tidak sedang membual”
Baiklah, otak pun segera perintahkan jari
“Berilah 6 lembar merah padanya wahai jemari berkerut getir”
Baiklah, ucap jempol dan telunjuk, seraya bergetar gundah.
Tenanglah jari yang malang, nanti kau akan dapatkan lebih banyak
Setelah kau beralih pencaharian di niaga dununganku, janjinya
Bukankah kau tahu hari ini tak ada yang gratis?
Tanyanya pada jariku yang tampak ragu
“Baiklah aku genggam ikrarmu”
Jari tengah menjawab meski bergurat ragu.

Pandeglang, 2023

Gugun Gianatali
Latest posts by Gugun Gianatali (see all)