Tahukah kamu bahwa membuat sebuah perjanjian itu sangatlah penting, apalagi ketika kita akan melakukan kerja sama dengan partner bisnis. Terkadang kita membutuhkan seorang partner ketika akan membangun suatu usaha. Dalam ketentuan hukum dagang, seseorang yang akan menjadi rekan atau partner bisnis diharuskan untuk memberikan inbreng atau pemasukan, yaitu berupa modal. Hal ini berlaku juga bagi seseorang yang akan membangun sebuah badan usaha, baik itu berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Keduanya sama-sama membutuhkan modal dan juga organ atau pengurus ketika membentuk sebuah badan usaha dengan disertai kontrak perjanjian. Selanjutnya apa saja yang termasuk ke dalam badan usaha yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum? Pentingkah membuat kontrak perjanjian pada saat ingin melakukan kerja sama dalam bisnis? berikut penjelasan yang akan saya jelaskan pada artikel ini, mari simak lebih lanjut.
Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum
Seperti yang kita ketahui bahwa badan usaha dalam bahasa sehari-hari bukan lagi hal yang asing di masyarakat. Bahkan, tidak jarang istilah badan usaha disamakan dengan pengertian badan hukum. Namun, dalam sudut pandang hukum jelas ada perbedaan yang cukup prinsipil antara badan hukum dan badan usaha. Secara teoritis badan usaha dapat dibagi dalam dua golongan. Pertama, badan usaha (non badan hukum) dan kedua, badan usaha berbadan hukum. Secara sepintas tampaknya kedua golongan badan usaha tersebut tidak ada perbedaan sama sekali, namun jika diselidiki informasi lebih lanjut terdapat perbedaan yang cukup mendasar, yakni masalah tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud ialah terdiri dari subjek dan permodalan.
Subjek dalam badan usaha yang berbadan hukum adalah perusahaan sebagai personifikasi orangnya. Dengan demikian, hal tersebut berartikan bahwa subjek dari badan usaha berbadan hukum ialah perusahaannya bukan organ/pengurusnya. Mengenai harta atau modal pada badan usaha yang berbadan hukum terpisah dari kekayaan para pendiri/pengurus, sehingga harta benda milik pribadi dari pendiri/pengurus badan usaha tersebut tidak tercampur.
Berikut adalah yang termasuk pada badan usaha yang berbadan hukum terdiri dari Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, Koperasi, BUMN, Perseroan, dan Perum. Sehubungan itu, apabila badan usaha yang berbadan hukum tersebut ingin melakukan perbuatan hukum maka diwakilkan oleh pengurus/organ dari suatu perusahaan yang telah dipilih atau diberikan kuasa berdasarakan dengan akta pendirian/anggaran dasar. Sehingga pertanggungjawaban pendiri/pemegang saham dari badan usaha yang berbadan hukum terhadap pihak ketiga hanya sebatas modal (inbreng) yang dimasukan ke dalam badan usaha/perusahaan tersebut.
Selanjutnya, pengertian dari badan usaha non badan hukum, adapun subjek dari badan usaha yang tidak berbadan hukum ini ialah melekat pada pendiri atau pengurusnya, bukan perusahaannya. Dengan demikian, harta kekayaan milik badan usaha atau perusahaan, tercampur dengan harta pribadi milik pendiri atau pengurus perusahaan tersebut. Adapun yang termasuk ke dalam badan usaha non berbadan hukum terdiri dari usaha perseorangan, persekutuan perdata (maatschap) yakni seperti firma, dan persekutuan comanditer (CV). Oleh karena itu, apabila hendak ingin melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, maka badan usaha yang tidak berbadan hukum ini diwakilkan oleh pendiri yang juga bertindak sebagai organ/pengurus dari perusahaan tersebut. Dikarenakan tidak ada pemisahan yang jelas antara harta kekayaan pribadi dengan harta milik perusahaan, maka pertanggungjawabannya akan melibatkan harta pribadi apabila terjadi permasalahan seperti pailit dalam suatu perusahaan.
Berdasarkan dari pemaparan materi yang telah disampaikan di atas, menunjukan bahwa dalam membangun usaha bisnis seperti membuat suatu perusahaan terdapat perbedaan dari segi tanggung jawabnya. Hal itu tergantung dari seseorang yang akan memilih untuk menjalankan suatu usahanya sendiri, apakah akan yang berbentuk non badan hukum ataukah berbadan hukum.
Selain itu, ketika akan menjalin hubungan kerja sama dengan partner atau rekan bisnis kita, maka kita disarankan untuk membuat suatu kontrak perjanjian secara tertulis. Lantas apa manfaat dari dibuatnya suatu perjanjian? Dan apakah memiliki dampak negatif apabila kerja sama bisnis dilakukan tanpa adanya perjanjian? Mari simak penjelasannya lebih lanjut.
Dasar Hukum Pada Perjanjian Kontrak Bisnis
Perjanjian merupakan salah satu perbuatan hukum yang acapkali sering dilakukan oleh seseorang pada saat akan memulai kerja sama dalam membangun sebuah bisnis. Hal tersebut merujuk pada Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa dalam perjanjian atau persetujuan tersebut merupakan sebagai suatu perbuatan yang dapat mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih.
Makna dari penjelasan Pasal 1313 tersebut, membuktikan bahwa hadirnya perjanjian ini dapat melekatkan satu orang atau lebih ketika akan merancang bisnis yang akan dituangkan pada kontrak perjanjian. Perjanjian ini dapat dilakukan oleh siapapun asalkan dengan syarat ketentuan dari isi perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan undang-undang dan tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Pernyataan tersebut merupakan bentuk pengertian dari asas kebebasan berkontrak yang dituangkan pada Pasal 1338 KUHPerdata.
Perlu diingat bahwa tidak semua orang bisa membuat perjanjian, bagaimanapun ketika akan melakukan suatu perbuatan hukum seperti membuat suatu perjanjian dengan orang lain tentu memiliki syarat khusus bagi orang tersebut, apakah itu? Nah, jadi seseorang boleh melakukan kerja sama dan mengikatkan dirinya melalui suatu perjanjian dengan catatan orang tersebut harus cakap hukum. Artinya, seseorang tersebut dinyatakan sudah dewasa, tidak dibawah pengampuan seperti dungu, gila, dan pemboros, serta orang yang tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum karena pailit. Apabila seseorang yang sudah dianggap cakap hukum, maka demikian diperbolehkan untuk melakukan perbuatan hukum lainnya seperti membuat kontrak perjanjian dengan orang lain khususnya ketika akan melakukan kerja sama di bidang bisnis.
Selanjutnya, apabila ingin segera membuat kontrak dengan orang lain, maka harus diperhatikan terlebih dahulu mengenai isi dari perjanjian tersebut. Apa sajakah itu? Pertama yang harus diperhatikan ialah apakah perjanjian itu sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang ataukah belum. Hal yang paling penting dibuatnya suatu kontrak ialah harus sesuai dengan syarat sahnya perjanjian berdasarkan ketentuan dari Pasal 1320 KUHPerdata. Isi dari syarat sahnya perjanjian yakni sepakat, cakap, objek tertentu, dan sebab yang halal. Artinya, bahwa kedua belah pihak yang akan melanjutkan kontrak harus sepakat terlebih dahulu dengan isi dari perjanjian tersebut, dan kedua belah pihak tersebut harus sama-sama cakap hukum. Selanjutnya dalam isi perjanjian tersebut harus disebutkan terkait objeknya dan sudah dijamin halal tidak dilarang oleh undang-undang. Jika semuanya sudah sesuai berdasarkan syarat sahnya perjanjian, maka kontrak tersebut dapat berlaku bagi kedua belah pihak.
Jenis – Jenis Suatu Perjanjian
Jika kalian masih bingung dengan jenis-jenis dari kontrak, maka berikut penjelasannya. Terdapat dua jenis kontrak yang perlu kita ketahui, diantaranya terdapat kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama).
Kontrak nominaat atau yang sering kita sebut sebagai kontrak bernama ialah bentuk kontrak yang sering kita temukan dari KUHPerdata, meliputi tentang jual beli, tukar-menukar, pinjam-meminjam, pemberian kuasa, sewa menyewa, dsb. Sedangkan kontrak innominaat atau kontrak tidak bernama ialah kontrak yang timbul dan berkembang di masyarakat seperti perjanjian franchise atau waralaba, leasing, beli sewa, joint venture, kontrak karya, keagenan, dsb.
Dalam membuat kontrak atau perjanjian berdasarkan pembahasan dari KUHPerdata, ada dua macam bentuk pembuatan kontrak, yakni secara lisan maupun tulisan. Jika kalian ingin melakukan suatu perjanjian hanya menggunakan secara lisan saja, maka hal ini bisa cukup dibilang membuat kontrak dengan cara yang sangat simple. Mengapa demikian? Karena masing-masing para pihak cukup mengungkapkan kata sepakat secara lisan atas perjanjian tersebut, sebagaimana kata sepakat merupakan syarat sah perjanjian yang dituangkan pada Pasal 1320 KUHPerdata. Tetapi sayangnya sebuah kontrak yang hanya dilakukan secara lisan ini dianggap sangat lemah, kenapa? Karena tidak bisa menjadi alat bukti yang kuat.
Bentuk perjanjian yang kedua ialah secara tertulis, yaitu suatu kontrak yang telah disepakati dan dibicarakan oleh kedua belah pihak kemudian dicatatkan dalam bentuk akta. Namun dalam perjanjian tertulis ini terbagi menjadi dua macam, yakni Akta di bawah tangan serta Akta yang dibuat oleh Notaris. Akta di bawah tangan adalah Akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang melakukan kesepakatan bisnis tersebut. Adapun Akta yang dibuat oleh Notaris merupakan akta pejabat pemerintah yang ditunjuk. Akta Notaris terdiri dari Akta Partij dan Akta Relaas.
Akta Partij dapat didefinisikan sebagai akta yang dibuat di hadapan Notaris, suatu akta yang dibuat berdasarkan keterangan atau perbuatan pihak yang menghadap Notaris, dan keterangan atau perbuatan itu agar dikonstatir oleh Notaris untuk dibuatkan akta. Contoh Akta Partij seperti perjanjian kredit, perjanjian pranikah atau pasca nikah, dan sebagainya. Sedangkan Akta Relaas disebut juga sebagai akta berita acara. Akta ini dibuat oleh seorang notaris dan memuat uraian otentik mengenai tindakan yang dilakukan. Bisa juga berdasarkan keadaan yang disaksikan langsung oleh notaris ketika menjalankan jabatannya. Contohnya pada pembuatan berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam suatu PT.
Dari keseluruhan pemaparan yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa sangat wajib bagi para pihak yang akan membangun bisnis baik skala besar maupun kecil untuk membuat perjanjian secara tertulis. Perjanjian secara tertulis dapat dituangkan dalam berupa Akta di bawah tangan atau yang dibuatkan oleh Notaris terlebih dahulu. Namun, sangat disarankan untuk dibuatkan oleh Notaris, Mengapa demikian? Alasannya karena Akta Notaris merupakan Akta Autentik yang bisa menjadi alat bukti yang kuat dan merupakan probationis causa.
Demikianlah penjelasan terkait jenis badan usaha dan pentingnya membuat perjanjian kerja sama, sekian dan terimakasih.