Gelintiran Bola Butuh Gelontoran Dana

Ilustrasi: Nyarita.com
Ilustrasi: Nyarita.com

Akhir-akhir ini, nyaris seluruh rakyat Indonesia tengah sedikit kecewa sekaligus bangga. Salah satu jenis olahraga yang cukup banyak digandrungi oleh orang-orang baru saja menyelesaikan sebuah perjalanan hebat bagi Indonesia. Piala AFF yang digelar setiap dua tahun sekali itu, lagi-lagi masih menjadi mimpi buruk bagi Indonesia. Meski Indonesia menjadi salah satu tim yang diunggulkan, namun jalan tempuh timnas garuda sering kali terhenti di partai final. Bila melihat sejarah piala AFF ini, Indonesia masih menjadi negara yang paling sedikit mengoleksi pialanya. Maka jelas, perjalanan panjang dan klise ini membuat muak banyak pihak. Setiap gelaran piala yang cukup bergengsi di daerah asia tenggara ini, acap kali kita sebagai masyarakat Indonesia diberikan kekecewaan. Ribuan statement bermunculan dari mulai pakar sepakbola hingga para pundit.

Dalam hal ini, kejelasan perihal masalah yang nampaknya sudah sangat berkarat ini masih tak banyak diketahui orang-orang. Masyarakat seolah dibuat bingung dengan kualitas timnas sepakbola Indonesia yang tak kunjung mengalami kemajuan. Kejengahan perihal kualitas yang malah tak jelas perkembangannya mengundang banyak kontroversi yang lahir dari fakta-fakta kejahatan para petinggi lembaga sepakbola Indonesia. Hingga, sebuah acara komersil di televisi yang di nahkodai Najwa Shihab lagi-lagi membuat tema yang tak jauh sama di tengah perjalanan program yang dipimpinnya itu ketika akhirnya acara itu harus kembali membahas persepakbolaan di Indonesia yang terus menerus terlihat semrawut.

Pada lingkaran dunia olahraga, sepakbola menjadi salah satu yang paling masyhur di seluruh dunia. Gelaran pesta besar-besaran empat tahunan yang selalu ramai dan ditunggu-tunggu oleh semua kalangan menjadi bukti begitu hebatnya euforia yang dilahirkan oleh sebuah permainan bernama sepakbola. Beberapa negara di Asia yang paling sering menjadi wakil asia dalam kancah dunia itu bukan Indonesia, melainkan negeri matahari atau negeri ginseng. Beberapa negara yang lain di benua eropa, terlihat sangat mustahil bisa dikalahkan dengan mudah. Dalam ranking FIFA yang baru saja diperbarui setelah gelaran piala AFF sekalipun, Indonesia masih berada di peringkat/ranking 146 di dunia.

Perihal peringkat yang tak kunjung mengalami kenaikan siginifikan selama bertahun-tahun ini bukan sesuatu yang tak menjadi patokan untuk sebuah evaluasi. Pemerintah serta lembaga sepakbola Indonesia atau PSSI, pasti melihat dan memperhatikan hal ini. sayangnya, bukti-bukti dari evaluasi tersebut nyaris masih nihil hingga saat ini. Stigmatisasi di tengah masyarakat perihal talenta yang tak dicari serta dibina dengan sungguh-sungguh terus menerus mengakar semakin kuat, menyusul nihilnya prestasi yang dihasilkan.

Berangkat dari banyaknya kesengsaraan tadi, penulis tak mau mengajak terlalu dalam untuk melihat-lihat museum kebobrokan dari dunia persepakbolaan di Indonesia. Pada tulisan kali ini, penulis hendak mengajak pada seluruh pembaca untuk mengetahui begitu pentingnya management yang baik dari segi keuangan serta pembinaan, juga pengaruh besar dari lembaga sepakbola dan pemerintahan bagi bidang olahraga, khususnya sepakbola.

Seluruh mata dunia, hari ini melihat negara-negara dari benua biru lah yang begitu superior di pentas-pentas besar sepakbola. Begitu juga dengan masyarakat Indonesia hari ini, bahkan sejak lama tak henti-hentinya tim-tim dari negara eropa selalu digandrungi banyak fans dari Indonesia. Beberapa di antaranya hingga memiliki komunitas resmi untuk itu. Baik secara teknis maupun non-teknis, sepakbola di benua biru benar-benar telah menjadi kiblat sepakbola masa kini. Dari segi prestasi, hingga hal-hal yang berkaitan dengan tim semuanya begitu masyhur. Sebut saja ajang piala dunia empat tahunan, selama beberapa tahun kebelakang, nyaris setiap piala dunia, negara-negara dari benua biru lah yang berhasil mengoleksi piala paling bergengsi itu.

Tak hanya itu, liga-liga yang mereka gelar begitu sangat ramai diperbincangkan di setiap penjuru dunia. Eropa benar-benar telah menjadi kiblat yang sesungguhnya bagi sepakbola di era modern ini.

Karena telah menjadi kiblat, rasanya bukan sebuah kesalahan bila Indonesia melihat apa yang telah mereka lakukan selama ini pada sepakbola mereka. Dilansir dari Kompas.com, dalam kolom artikelnya dikatakan bahwa sedikitnya ada tiga faktor utama yang membuat sepakbola di negara-negara Eropa begitu maju. Hal ini dikutip langsung dari statement seorang jurnalis asal India, Sanjiv Shankaran yang ditulisnya dalam kolom The Times Of India. Dia mengatakan bahwa pertama, Eropa adalah destinasi pilihan sepakbola paling baik di seluruh dunia. Menurutnya, menuju Eropa dengan berkarir di sana, merupakan hal yang paling menjanjikan bagi para pemain sepakbola. Hal itu didorong oleh fasilitas yang dimiliki oleh mereka untuk menunjang bakat-bakat para pesepakbola, dan juga dapat memberikan pembinaan yang pasti bagi para talenta muda.

Kedua, kekuatan finansial merupakan faktor pendorong yang juga sangat kuat bagi mereka. Dari sana, baik klub maupun timnas ditunjang banyak fasilitas serta kualitas pemain dengan level tinggi. Bahkan, menurut Sanjiv, klub-klub kaya itu akhirnya ikut berkontribusi bagi evolusi sepakbola di sana. Ketiga, faktor yang mendukung kemajuan persepakbolaan di benua biru adalah memiliki keuntungan lebih dengan banyaknya klub berkualitas yang akhirnya dapat menunjang sebuah negara untuk menghasilkan timnas terbaik bagi negara-negaranya.

Hal itu menjadi bukti, bahwa sepakbola memang sangat membutuhkan management yang terstruktur untuk membangunnya. Paling tidak, bakat-bakat muda serta talenta yang dimiliki para pemain bisa ditunjang dengan baik oleh adanya fasilitas yang juga baik yang didatangkan dari finansial yang baik pula.

Sepakbola yang begitu maju di benua eropa itu bukan serta merta menjadikan sepakbola sebagai hal yang paling penting bagi negara mereka. Pada kenyataannya, di kancah olimpiade dengan sajian yang begitu banyak dari setiap bidang olahraga, negara-negara dari eropa juga sangat tak bisa dianggap remeh. Banyak dari mereka yang juga mendominasi beberapa bidang olahraga yang lain.

Dengan begitu, kita semua bisa tahu bahwa negara berperan begitu penting bagi kemajuan sepakbola. Kekuatan finansial sebuah negara serta kemajuan sebuah negara begitu mempengaruhi kemajuan sepakbola.

Perbincangan tentang hal ini sudah begitu klise dan sudah sangat begitu lamat di otak kita. Sistem pembinaan serta gelontoran dana yang semrawut ke sana kemari membuat melambatnya kemajuan kualitas persepakbolaan di negeri kita. Hal ini bukan berarti kita harus menghilangkan fokus pada yang lain dan hanya melihat sebuah lapangan sepakbola dengan para pemain serta para official. Namun, begitulah sebuah negara, tugas untuk memperbaiki setiap lini sudah menjadi kewajibannya. Sudah tak terhitung rasanya, solusi demi solusi diungkapkan para tokoh dan pakar sepakbola untuk menyelamatkan sepakbola di Indonesia. Karena bukan tak mungkin, talenta muda di seluruh penjuru negeri ini bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik. Sayangnya, di negeri ini, hingga kini tenaga serta kemampuan masih belum cukup. Begitu juga dengan sepakbola, gelintiran sebuah bola untuk membobol gawang lawan juga membutuhkan gelontoran dana yang baik dan sehat. Bahkan hingga hari ini, kita masih berkutat dengan pengaturan skor, mafia bola, korupsi, serta nepotisme yang tak pernah menolong Indonesia.

Sepakbola kita masih banyak PR yang harus diselesaikan. Pekerjaan-pekerjaan itu bukan hanya tugas PSSI sebagai lembaga sepakbola di Indonesia. Tapi oleh kita semua, dengan kesadaran bahwa bermain sepakbola itu butuh kerjasama antar semua pemain, termasuk kita, Indonesia. Dengan begitu, piala kosong berlabel AFF yang bahkan tak masuk pada jadwal resmi FIFA bukan lagi menjadi target, level-level tertinggi yang lain lah yang akhirnya mulai bisa masuk pada list target pelatih. Tetap semangat para talenta muda sepakbola Indonesia.