
Indonesia adalah Negara penyuplai medali terbanyak di dunia dalam bidang olahraga bulu tangkis setelah China, dengan jumlah 19 medali pada tahun 2016 setelah perhelatan olimpiade di Rio, 2016.
Sedangkan dalam bidang olahraga yang lain, Indonesia dinilai minim prestasi. Bahkan, dalam perhelatan olimpiade Tokyo 2020, Indonesia disindir oleh salah satu media China, yakni Aiyuke News. Mereka menyatakan bahwa kontingen Garuda hanya unggul dalam bidang bulu tangkis. Lanjutnya, Indonesia lebih cenderung mengandalkan ganda putra.
Selain bulu tangkis, bidang olahraga yang lain juga cukup menonjol. Seperti panahan, panjat tebing, dan angkat besi. Namun, itu belum bisa dinilai cukup untuk mengatakan dunia olahraga di Indonesia telah berhasil menata semua bidang.
Menurut beberapa pakar olahraga mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat olahraga di Indonesia masih ternilai buruk, seperti pembinaan terhadap dunia olahraga yang belum terarah, lemahnya peran lembaga atau bidang penelitian dan pengembangan olahraga, masih terbatasnya sarana dan prasarana olahraga, serta sulitnya pemanfaatan fasilitas olahraga karena masih terbatas.
Ada juga beberapa pendapat mengatakan bahwa masyarakat Indonesia ini akhirnya tidak bisa menemukan kecintaan pada seluruh bidang olahraga. Karena memang benar adanya, hanya beberapa bidang olahraga saja yang begitu ramai peminat. Seperti sepak bola, bulu tangkis dan bola voli. Namun, hal itu tidak bisa dijadikan patokan kegagalan Indonesia dalam menata bidang olahraga. Karena paling tidak, negara-negara yang lain pun kebanyakan tak semua bidang olahraga mereka cintai. Beberapa Negara seperti, brazil, argentina, dan Inggris sangat mencintai sepak bola. Tapi, Amerika lebih mencintai basket, dan India yang selalu lebih menonjol dalam bidang cricket.
Pada tahun 2017, Imam Nahrawi yang menjabat sebagai Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga) saat itu, menjabarkan beberapa solusi yang bisa diambil untuk menolong bidang olahraga di Indonesia. Pertama, soal pendanaan. Imam mengungkapkan bahwa harus adanya fleksibilitas pengelolaan anggaran. Juga dana yang ada dari APBN, harus betul-betul disesuaikan dengan administrasi yang ada. Kemudian menyoal jangka panjang. Imam juga mengungkapkan, masing-masing cabor akan diputuskan untuk punya bapak asuh dan partner.
Kemudian terkait prestasi, Imam ingin sekali Indonesia lebih gencar mengirimkan atlet ke luar negeri untuk uji coba atau pemusatan latihan khusus. Imam juga ingin birokrasi pemerintahan seharusnya lebih fleksibel dan lebih terbuka dengan semua cabang olahraga.
Dengan semua solusi yang ditawarkan mantan Menpora itu, sedikitnya Indonesia bisa menyelamatkan pemusatan latihan yang lebih khusus. Meski, dalam kenyataannya, hingga detik ini, beberapa PB atau cabang olahraga di Indonesia masih terlihat terabaikan. Hal ini, menjadi bukti bahwa sistem pembinaan semua bidang olahraga di Indonesia masih belum merata.
Sistem pendidikan di Indonesia juga dianggap jadi salah satu penghambat. Kecintaan minat dan bakat terhadap bidang olahraga bagi para anak-anak tak dipupuk secara khusus. Sistem sekolah yang mengharuskan para pelajar mempelajari semua bidang keilmuan dinilai terlalu memaksa anak bangsa. Mereka yang memiliki minat dan bakat dalam bidang olahraga khususnya, banyak yang harus mengurungkan mimpinya untuk menjadi atlet atau bahkan penggiat olahraga tertentu dalam negeri sekalipun. Karena hal itu, masyarakat merasa tahu betul bahwa sistem pendidikan tersebut tak sesuai dengan konsep yang telah diberikan Einstein dalam sebuah analogi populer. Einstein mengatakan bahwa, “Jangan menilai monyet dari cara dia berenang.” Kurang lebih seperti itulah kesalahan yang dilakukan Indonesia selama ini.
Selain solusi dari para pakar olahraga di Indonesia, kita juga bisa melihat atau mengikuti bagaimana Cina melakukan pembinaan terhadap bidang olahraganya. Menurut Prof. Dr. Hari Setijono, M. Pd, Cina didukung oleh tiga hal.
Pertama, sistem Negara yang mereka anut adalah sosialis. Dimana semua hal ditentukan oleh Negara. Dari mulai sistem pembinaan sampai penganggaran, semuanya diatur oleh Negara. Kedua, Cina memberikan dana segar bagi pembinaan olahraga itu langsung diberikan pada masing-masing pihak. Cara ini dinilai lebih efektif tanpa melalui birokrasi yang berbelit-belit. Ketiga, Cina melakukan pembinaan atau pelatihan khusus pada para atletnya sejak dini. Mereka melakukan pembinaan dengan terspesifikasi sejak dini. Sedangkan di Indonesia, anak-anak masih multilateral dalam mengemban pendidikan.
Melihat cara Cina melakukan hal-hal itu, sebenarnya Indonesia juga sedikitnya sudah benar dalam merancang sistem pembinaan dan penganggaran untuk bidang olahraga. Semuanya sudah tertulis dalam undang-undang. Namun, kita semua tahu watak asli masyarakat Indonesia yang pernah diucapkan Gus Dur. “semua yang dilaksanakan, berbeda dengan yang dibicarakan.”
Meski begitu, kita patut terus berbangga hati dan berterima kasih pada para pejuang atlet Indonesia yang bermain di Olimpiade Tokyo 2020. Beberapa medali yang didapat juga membuat diri kita sebagai warga negara sedikitnya merasakan bangga dan haru yang luar biasa. Tidak bisa dipungkiri, bulu tangkis, angkat besi, serta panahan sudah melambung tinggi di kancah dunia. Hanya tinggal menunggu bidang yang lainnya menyusul gagah berpentas di panggung olahraga dunia untuk selanjutnya.