Capres 2024 Tebar Pesona Saat Rakyat Menangis

Gambar: @s.kakung
Gambar: @s.kakung

Akhir-akhir ini viral foto-foto Capres dengan senyum yang sok asik terpampang besar di baligho memenuhi pemandangan di sepanjang jalan. Bukan malah mendapat simpati tetapi mendapat banyak nyinyiran. Saya juga garuk-garuk kepala antara bingung dengan tingkah laku politisi +62 atau juga karena kepala gatal belum di keramas semenjak mendapat kabar PPKM di perpanjang lagi.

Oh iya saya tidak melarang Bapak-Ibu Politisi terhormat pasang baligho mau sebesar antalaihim, entah itu apa artinya tapi kata itu sangat familiar di telinga saya. Urusan pasang memasang baligho urusan bapak-ibu politisi dengan pihak advertising, lumayan lah setidaknya kalian membantu pengusaha advertising dan percetakan, tapi celakanya kalau bilboard itu milik politisi tersebut atau Circle nya, ga ngefek terhadap perekonomian masyarakat enak di dia tapi enggak enak di kita, tiap hari kita harus melihat foto-foto mereka, mau kita tutup mata bahaya, bisa bisa kita nyeruduk orang, dengak terpaksa kita nikmati itu semua.

Kehadiran foto-foto itu seperti menari diatas penderitaan orang lain. Bagaimana tidak, orang-orang lagi sibuk bertahan hidup, mereka dengan tanpa dosa menjajakan diri nya untuk jadi Presiden 2024. Kalau kata orang Bekasi, sabar dikit ngapa!

Orang -orang sudah muak dengan tingkah laku polotisi kita yang gak jelas, bisanya bikin gaduh terus. Rakyat kapok dan bosen dengar janji mereka. Betul kata Milan Kundera seorang penulis Perancis, yang bersoloroh, “perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa,” demikian kutipan dialog Mirek, tokoh utama dalam The Book of Laugher and Forgetting.

Rakyat kita nasibnya seperti Clementis, jika Clementis memberikan sebuah topi bulu pada Sahabatnya Gottwald, yang kemudian dengan tega dan tanpa belas kasihan menggantung Clementis. Rakyat memberikan suaranya pada politisi, kemudian dengan kejam mereka melupakan janji dan mengkhianati rakyat.
Seperti pribahasa yang sering saya dengar sejak saya masih ingusan, “air susu di balas dengan air tuba.” Ironis.

Sejak Pandemi menyerang pada Maret 2020 yang lalu, segala kebijakan di buat oleh pemerintah, setelah saya pikir-pikir pemerintah kita sangat produktif, memberikan nama dari awal PSBB, PPKM Mikro, PPKM Darurat, sampai yang terbaru, PPKM Level 4. Sudah layak di kasih piala.

Yang pasti rakyat kelenger hadapi pandemi, bukan karena takut mati, tapi takut lapar, sekalipun dapat bansos uang bansos nya di korupsi diatas oleh Pak Juliari, Menteri Sosial yang selalu cool. Sekalinya nyampe ke tangan rakyat, di tilep dari mulai 20 ribu, 50 ribu dan 300 ribu oleh oknum aparat desa, miris, pendek kata bangsa kita bukan kekurangan orang pintar, tapi kekurangan orang jujur.

Pilpres 2024 masih cukup lama, sekitar 3 tahun lagi, tapi baligho capres sudah berseliweran, rakyat tidak butuh foto dirimu wahai para polotisi, rakyat butuh makan. Alangkah baiknya para politisi untuk bisa menahan diri untuk tidak memajang Alat Praga Kampanye (APK) tetapi membantu warga yang kelaparan.

Di era pandemi seperti ini, sudah saatnya kita tahan hasrat pribadi atau kelompok untuk berkuasa, bahu-membahu menolong sesama itu lebih penting, saling mengutkan, saling berbagi, sama penting nya dengan sepiring nasi. Jangan sampai kita sudah tidak memiliki lagi motivasi untuk hidup, bangkit dan maju, merawat semangat solidatitas kemanusiaan sangat penting, dan lebih penting dari Nyapres. ***